Lhokseumawe | Ketua Solidaritas Mahasiswa untuk Rakyat (SMUR) Lhokseumawe, Rizal Bahri, menyebut kepolisian polres setempat diduga telah melanggar prosedur dalam penangkapan massa aksi pada saat memperingati hari buruh internasional.
Ia menyebut, bahwa Polres Lhokseumawe diduga telah melakukan pelanggaran serius dengan menangkap dan menahan 15 mahasiswa yang terlibat aksi tersebut.
“Walaupun pihak kepolisian mengklaim bahwa para mahasiswa tidak ditahan, malainkan hanya diperiksa, kami SMUR membantah pernyataan ini”, ujar Rizal kepada BisaApa.co.id pada Sabtu, 1 April 2025.
“Mereka memang dibebaskan, tetapi ini bukan sekedar pemeriksaan, melainkan penahanan tanpa dasar hukum yang jelas”, Jelasnya lagi.
Pihaknya menyayangkan kondisi mahasiswa Papua yang diduga mengalami penyiksaan fisik dan psikologis saat ditahan, mereka menyebutnya sebagai pelanggaran HAM berat dan pemungkaman.
Lebih lanjut menurut pihak SMUR, setelah revisi UU TNI, pemungkaman dan pendekatan militeristik mulai terlihat, mengancam demokrasi dan membangkitkan kembali bayang-bayang dwifungsi ABRI.
“Brutalitas aparat dan penggunaan kekuatan berlebihan kepolisian dalam penanganan aksi penyampaian pendapat di muka umum terus berlanjut. Kepolisian tidak belajar dari kesalahan selama ini. Termasuk keterlibatan TNI dalam pengamanan aksi yang jelas tidak sejalan dengan tugas pertahanan TNI”, imbuh Rizal.
Bahkan ironisnya, kata Rizal, aksi Demontrasi memperingati hari buruh internasional yang dilakukan SMUR, TNI pamer kekuatan dengan menurunkan pasukan untuk menghadapi kritik rakyat dengan dalih mengawal.
“Apalagi ketika revisi Undang-undang Kepolisian Republik Indonesia atau RUU Polri disahkan, mengkritik kebijakan negara akan dianggap separatis yang harus di lenyapkan. Dan ini melanggar konsep negara demokrasi” tegasnya.
Mereka menilai tindakan represif polisi terhadap aktivis Aceh-Papua yang menyuarakan hak buruh menunjukkan sikap menyudutkan dan membatasi ruang ekspresi.
“Kami menuntut Polres Lhokseumawe mengklarifikasi dan bertanggung jawab terhadap tindakan represif yang dilakukan terhadap massa aksi. Perlu dipastikan secara hukum, bahwa tiap orang bebas berpendapat dimuka umum dan dilindungi oleh undang undang”, pungkasnya.