Bireuen | Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Camat Peusangan Teguh Mandiri Putra (TMP) melakukan tindak pidana korupsi penyalahgunaan dana kegiatan studi banding senilai Rp1,1 miliar yang digelar di Jawa Timur dan Bali yang pendanaannya melalui dana desa.
Dakwaan terhadap TMP dibacakan JPU Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen pada sidang dakwaan di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Banda Aceh, pada Jumat 18 Juli 2025.
Dalam persidangan, JPU Kejari Bireuen mendakwa Camat Peusangan menyalahgunakan wewenangnya dengan menyelenggarakan kegiatan studi banding tidak sesuai prosedur.
Kegiatan itu disebut dilaksanakan hanya dengan berbekal hasil musyawarah antar desa yang digagas di Kantor Camat Peusangan, tanpa didukung surat perintah tugas dari Bupati Bireuen sebagaimana dipersyaratkan dalam aturan resmi.
“Kegiatan studi banding yang dilakukan BKAD Peusangan Raya dilaksanakan tanpa mengikuti aturan.” kata JPU.
Studi banding tersebut digelar di tiga desa di luar Aceh, yakni Desa Ketapanrame dan Desa Wonorejo di Jawa Timur serta Desa Penglipuran di Bali.
Kegiatan studi banding tersebut diikuti oleh 63 kepala desa, yang masing-masing diwajibkan membayar Rp17 juta, sehingga total anggaran yang terkumpul mencapai Rp1,1 miliar. Dana tersebut juga digunakan untuk membiayai pendamping desa dan pendamping lokal desa.
JPU mengatakan bahwa pelaksanaan studi banding ke Jawa Timur dan Bali hanya berupa surat tugas yang ditandatangani Teguh selaku camat tanpa surat tugas resmi dari Pemkab Bireuen.
Padahal, dalam surat edaran Bupati setempat, ditegaskan kegiatan peningkatan kapasitas aparatur desa tidak boleh dilaksanakan di luar wilayah kabupaten.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh melakukan audit dan menemukan bahwa kegiatan studi banding tersebut menimbulkan kerugian negara sebesar Rp383 juta.
JPU menyebut dana tersebut tidak hanya digunakan di luar ketentuan, tetapi juga tidak memberikan manfaat yang dapat dipertanggungjawabkan secara administratif maupun hukum.
Atas perbuatannya, Camat Peusangan Teguh Mandiri Putra didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001.
Sementara kuasa hukum terdakwa tidak mengajukan eksepsi atau keberatan terhadap dakwaan yang dibacakan.