Aceh Singkil | Konflik antara manusia dan buaya di perairan Aceh Singkil terus menelan korban sejak tahun 2007. Serangan telah terjadi berulang kali dan menjadi rutinitas.
Pemerintah daerah belum mengambil langkah konkret untuk mengatasi masalah ini. Masyarakat hidup dalam ketakutan akan ancaman serangan buaya, sementara tindakan pencegahan dari pihak berwenang sangat kurang.
Pada tahun 2025, kasus terbaru terjadi ketika buaya menerkam dan menewaskan Sawiyah (63), seorang perempuan yang ditemukan tewas di Sungai Singkil. Tragedi ini bukanlah yang pertama dan tampaknya tidak akan menjadi yang terakhir jika pemerintah daerah tidak segera mengambil tindakan untuk menyelesaikan masalah ini.
Rentetan data serangkaian serangan fatal buaya di Aceh Singkil yang menewaskan korban dari tahun-tahun berikut: 2007 (Ijah), 2015 (Yusril), 2016 (Yamonaha), 2018 (Ereanus), 2020 (Antonius, luka serius), dan 2025 (Sawiyah).
Dari tahun ke tahun, peristiwa serangan buaya di Aceh Singkil terus berulang tanpa ada upaya pencegahan yang signifikan dari pihak berwenang. Yang ada hanya ungkapan belasungkawa dan janji kosong tanpa diikuti aksi nyata.
Pemerintah daerah disebut gagal menangani permasalahan serangan buaya yang semakin akut, sehingga warga terus menjadi korban. Publik terus mempertanyakan peran pemerintah daerah yang tidak menunjukkan langkah konkret untuk mencegah serangan buaya.
Beberapa solusi seperti pembangunan pagar pengaman, pemetaan habitat buaya, dan edukasi bagi warga seharusnya dapat segera diimplementasikan.
Masyarakat menilai pemerintah setempat hanya muncul setelah ada korban, bukan sebelumnya untuk mencegah. Retorika “Kami turut berduka cita dan akan mengevaluasi” terus diulang, namun evaluasi tersebut tidak pernah membuahkan solusi yang efektif selama hampir dua dekade. Kita tidak boleh lupa akan ketidakbertindakan pemerintah ini!
Seperti pernyataan Ketua Komunitas Pemerhati Alam Singkil (KOPAS), Dio Fahmizan kepada BisaApa.co.id pada Selasa 11 Maret 2025, pihaknya dengan lantang menyatakan bahwa permasalahan serangan buaya ini merupakan bukti nyata kegagalan pemerintah setempat dalam melindungi masyarakatnya.
“Ini bukan sekadar masalah ekologi, ini adalah ketidakadilan struktural. Nyawa warga Singkil dipertaruhkan oleh kebijakan yang mandul dan kepemimpinan yang lumpuh. Apakah kita harus menunggu lebih banyak korban sebelum pemerintah bertindak?” ujar Dio.
Ada beberapa tuntutan kepada Pemerintah setempat yang harus segera dilakukan adalah dalam persoalan ini, antara lain:
- Pembentukan Tim Khusus untuk menangani konflik manusia dan buaya secara sistematis.
- Riset Populasi Buaya dan Habitatnya guna menentukan langkah mitigasi yang tepat.
- Pembangunan Infrastruktur Pencegahan seperti jalur aman dan sistem peringatan dini.
- Edukasi Masyarakat agar lebih memahami pola serangan buaya dan cara menghindarinya.
- Menjamin keselamatan warga dengan kebijakan berbasis data dan tindakan nyata.
Pihak KOPAS mengancam bahwa jika tuntutan tersebut tidak segera dipenuhi, maka pemerintah Aceh Singkil harus siap bertanggung jawab atas setiap korban serangan buaya yang terjadi selanjutnya.
Laporan: Surya Padli