LHOKSUKON, BISAAPA.CO.ID | Ketegangan antara masyarakat Desa Panton Rayeuk 1 dengan PT. Blangkolam Adipratama, perusahaan perkebunan sawit yang beroperasi di wilayah tersebut, kembali memanas. Pasalnya, pihak perusahaan diduga telah melakukan pengerusakan pagar dan tanaman masayarakat setempat secara sewenang-wenang.
Munzir abe, Koordinator Lapangan mengatakan Insiden pengrusakan pagar dan tanaman milik Badan Usaha Milik Desa (BUMG) Desa Panton Rayeuk 1 pada Kamis, 7 November 2024 kemarin, menjadi pemicu konflik ini.
“Aksi pengrusakan yang diduga dilakukan oleh pihak suruhan PT Blang Kolam secara sewenang-wenang telah memicu kemarahan masyarakat. Tindakan tersebut dinilai tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan.” Kata Munzir kepada media, pada Jumat, 8/11/2024.
Merespons insiden tersebut, pada Jumat (8/11) pagi, masyarakat yang tergabung dalam Pusat Perjuangan Masyarakat Panton Rayeuk 1 mendatangi kantor operasional PT Blang Kolam. Mereka menuntut kejelasan terkait status hukum Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan yang telah berakhir pada 31 Desember 2018.
Lanjut Munzir, aksi damai tersebut akhirnya menemui titik terang dengan adanya kesepakatan untuk menggelar dialog pada Senin, 11 November 2024 mendatang, di meunasah gampong setempat, dengan difasilitasi oleh pihak Polsek Kuta Makmur. Dialog ini diharapkan dapat menjadi forum untuk mencari solusi atas permasalahan yang ada serta memberikan kepastian hukum terkait hak dan kewajiban baik perusahaan maupun masyarakat.
Dalam dialog tersebut untuk memastikan kebenaran hak atas tanah dan mencegah potensi konflik yang lebih besar di kemudian hari yang menjadi boom waktu bagi masyarakat dan juga perusahaan .
“Masyarakat Panton Rayeuk 1 berharap melalui dialog ini, dapat tercapai kesepakatan yang menguntungkan semua pihak. Mereka juga berharap pemerintah daerah dapat berperan aktif dalam menyelesaikan konflik ini dan memastikan hak-hak masyarakat terlindungi.” Ucap Munzir.
Konflik lahan antara masyarakat dan perusahaan perkebunan bukanlah hal baru di Indonesia. Permasalahan ini seringkali melibatkan berbagai kepentingan, mulai dari ekonomi, sosial, hingga lingkungan. Oleh karena itu, penyelesaiannya membutuhkan pendekatan yang komprehensif dan melibatkan semua pihak, pungkas Munzir.(*).