Aceh Singkil | Dewan Pimpinan Wilayah Arah Pemuda Aceh (DPW ARPA) Aceh Singkil mengecam keras kondisi birokrasi dan pelayanan di Dinas Pendidikan Kabupaten setempat yang dinilai semakin menjauh dari semangat untuk memajukan pendidikan.
Hal itu disampaikan oleh Sekjen DPW ARPA Aceh Singkil, Rusdi Azmi, kepada BisaApa.co.id melalui keterang tertulisnya pada Selasa, 22 Juli 2025. Ia menuding pihak dinas terkait tidak mendukung pendidikan untuk generasi masa depan.
“Setiap hari anak-anak Singkil berjuang menuju masa depan tanpa dukungan yang memadai, tanpa guru tetap, tanpa buku yang cukup, dan tanpa harapan yang jelas dari pemerintah daerah”, ungkap Rusdi.
Ia mnyorot rotasi demi rotasi pada Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan seperti pertunjukan yang membosankan, datang dan pergi tanpa membawa perubahan signifikan.
Rusdi menegaskan, jika kepemimpinan hanya dinilai dari kedekatan dengan lingkaran kekuasaan dan bukan dari prestasi nyata, maka kemajuan hanya akan menjadi ilusi. Yang terjadi adalah stagnasi dan kemunduran, bukan pembangunan yang berkelanjutan.
“Selama satu tahun ini, tak ada prestasi. Yang ada hanya nama baru, tapi arah tetap kabur. Dinas Pendidikan seperti kapal tanpa kompas,” imbuh Rusdi.
Rusdi Azmi juga menyoroti penunjukan Plt terbaru, Amran Ramli, SE, M.AP, seorang birokrat yang dikenal di sektor pariwisata, sebagai puncak dari kekeliruan sistem penempatan jabatan. Menurutnya, ini bukan persoalan kemampuan individu, melainkan ketiadaan visi yang jelas.
“Apa hubungannya promosi wisata dengan sektor pendidikan?”, tanya Azmi.
Pihaknya menilai bahwa penunjukan tersebut sangat tidak relevan dengan kebutuhan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.
“Ini bukan soal salah teknis. Ini soal kemunduran terhadap akal sehat rakyat. Di saat guru masih kurang, perpustakaan hanya nama, dan sanitasi sekolah memprihatinkan kenapa yang ditunjuk bukan orang yang mumpuni tentang pendidikan?” tegas Rusdi.
Pihak ARPA Singkil menegaskan bahwa pendidikan bukan hanya persoalan administrasi, melainkan medan perjuangan struktural yang menentukan masa depan bangsa. Oleh karena itu, menempatkan seseorang yang tidak relevan dalam posisi kunci di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan adalah tindakan menyerah pada kebodohan sistemik.
“Ini sama saja berarti membiarkan anak-anak di daerah ini terus terbelakang dan tidak memiliki kesempatan yang sama untuk maju”, kata Azmi.
ARPA Singkil, sebutnya, tidak sedang memperjuangkan figur tertentu, melainkan memperjuangkan sikap dan arah yang jelas. Pihaknya tidak meminta wajah baru, tapi menuntut kebijakan yang berpihak pada pembenahan pendidikan, bukan kebijakan yang lahir dari kepentingan kekuasaan semata.
“Cukup sudah rotasi yang tak membawa revolusi. Kami menuntut Bupati menunjuk kepala dinas definitif yang lahir dari rahim pendidikan, bukan dari birokrasi tidak paham konsep kemajuan pendidikan. Kami tidak butuh pejabat baru. Kami butuh arah baru”, pungkas Rusdi.