Oleh: Munzir Abe, Pengurus Prima Aceh dan Wakil ketua Badan Pemenangan Mualem
BANDA ACEH, BISAAPA.CO.ID | Dana Otonomi Khusus (Otsus) selama ini menjadi instrumen utama dalam upaya pemerintah Aceh untuk mempercepat pembangunan di daerah-daerah. Namun, seiring berjalannya waktu muncul pertanyaan mengenai keberlanjutan dan efektivitas model otsus dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Dalam sesi debat calon gubernur Aceh, otsus menjadi isu yang di soroti oleh kedua pasangan calon. Keduanya menampilkan jurus jitu masing-masing untuk memperjuangkan dana otsus abadi, masing-masing menegaskan akan melobi pemerintah pusat hingga akan perjuangkan lahirnya peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
Sebagai alternatif, konsep hilirisasi mulai mencuat sebagai solusi yang lebih menjanjikan. Hilirisasi, artinya pengolahan sumber daya alam sampai menjadi produk akhir dengan nilai tambah yang lebih tinggi, dinilai mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih merata dan berkelanjutan.
Walaupun tidak disinggung dalam debat, hal ini termuat jelas dalam naskah visi misi calon gubernur Aceh nomor urut 2 Mualem-Dek Fadh, bahwa hilirisasi menjadi program prioritas dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan sebagai mana visi-misi Presiden Prabowo Subianto.
Anggaran otsus yang dikucurkan untuk Aceh dalam 15 tahun terakhir mencapai Rp 95,93 triliun. Serapan dana otsus di alokasikan pada berbagai kegiatan pemerintahan meliputi pembangunan infrastruktur, tata kelola pemerintahan dan pemberdayaan.
Ditengah gagasan pembangunan Aceh yang berkelanjutan, isu dana Otsus Aceh akan berakhir menjadi perhatian banyak pihak tentang bagaimana kemudian Aceh tetap tegak membangun programnya ketika dana Otsus berakhir.
Pertanyaan yang muncul kemudian, Mengapa hilirisasi menjanjikan?
Nilai Tambah yang lebih besar, yaaa. Dengan mengolah bahan mentah menjadi produk jadi, nilai ekonomis suatu komoditas akan meningkat secara signifikan. Hal ini tentu akan berdampak pada peningkatan pendapatan daerah dan negara.
Penambahan nilai tambah tersebut akan berdampak pada meningkatnya harga jual, karena sudah menjadi hukum ekonomi ketika produk jadi umumnya memiliki harga jual yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan bahan mentah. Hal ini dikarenakan adanya nilai tambah yang tercipta dari proses pengolahan, seperti desain, branding, dan teknologi yang digunakan.
Salin itu, hilirisasi juga akan menghasilkan produk yang beragam. Hal tersebut memungkinkan daerah Aceh untuk tidak hanya bergantung pada satu jenis produk saja, melainkan dapat menghasilkan berbagai macam produk turunan. Hal ini akan meningkatkan ketahanan ekonomi daerah terhadap fluktuasi harga komoditas global.
Katakanlah Aceh memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah, mulai dari minyak bumi, gas alam hingga hasil pertanian dan perikanan. Dengan melakukan hilirisasi inilah, Aceh dapat meningkatkan nilai tambah dari sumber daya alam dan mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah.
Contoh kongkrit dalam sektor minyak bumi, pembangunan kompleks petrokimia di Aceh dapat menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan pendapatan daerah dan mengurangi impor produk petrokimia. Hal ini tentu dapat membantu kita keluar sebagai daerah termiskin di pulau Sumatra.
Begitu juga di sektor pertanian, Aceh terkenal dengan produksi kopi, lada, dan buah-buahan. Produk-produk pertanian ini dapat diolah menjadi produk olahan dengan nilai tambah yang lebih tinggi seperti kopi bubuk, cokelat, dan sari buah. Selain komoditas tersebut, Aceh juga memiliki keanekaragaman hayati yang belum di manfaatkan secara optimal.
Dalam proses hilirisasi sektor pertanian, pemerintah Aceh kedepan dapat melakukan skema pengembangan industri pengolahan kopi, meningkatkan kualitas dan nilai jual kopi Aceh di pasar global. Selain itu, pengembangan industri pengolahan buah-buahan dapat menghasilkan produk-produk olahan yang bernilai tambah tinggi, seperti selai, sirup, dan jus.
Pada sektor perikanan, juga demikian. Pembangunan pabrik pengolahan ikan di Aceh dapat meningkatkan nilai tambah hasil tangkapan nelayan, menciptakan lapangan kerja, dan mengurangi limbah perikanan.
Hilirisasi juga dapat dilakukan pada sektor perkebunan, Aceh memiliki perkebunan kelapa sawit yang luas. Buah kelapa sawit dapat diolah menjadi berbagai produk turunan seperti minyak goreng, margarin, dan biodiesel. Pengembangan industri pengolahan kelapa sawit di Aceh dapat meningkatkan nilai tambah hasil perkebunan dan mengurangi ketergantungan pada ekspor minyak mentah kelapa sawit.
Dampak besar yang akan didapat tentu dapat membantu kita dalam membangun Aceh secara berkelanjutan, berikut dengan peningkatan pendapatan Asli daerah, penciptaan lapangan pekerjaan, pengembangan industri lokal dan pertumbuhan ekonomi yang merata.
Saya yakin dan percaya secara bertahap pasangan Mualem-Dek Fadh jika terpilih menjadi Gubernur Aceh dapat mewujudkannya serta mampu mengatasi tantangan ini kedepan.
Tulisan ini sepenuhnya hak dan milik serta tanggung jawab si penulis