Banda Aceh | Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menyatakan kekecewaan atas kinerja Aparat Penegak Hukum (APH) dalam mengatasi kasus korupsi.
Pasalnya, sepanjang 2024 kasus korupsi yang ditangani APH didominasi di tingkat desa sebanyak 51,61 persen, berbeda pada 2023 lebih banyak terjadi di level pemerintah kabupaten/kota.
“Perubahan ini menunjukkan adanya indikasi bahwa APH menghindari risiko, dalam mengungkap kasus besar yang terafiliasi politik atau kekuasaan, bahkan itu berpotensi untuk hilang,” ujar Koordinator MaTA, Alfian, pada Rabu 8 Januari 2025.
Alfian menjelaskan, pada 2024 terjadi tren penurunan jumlah kasus korupsi di Aceh. Dari 32 kasus ditangani pada 2023 menjadi 31 kasus pada 2024. Namun menurut Alfian, itu bukanlah indikator positif.
“Memang menurun, tapi sebenarnya korupsi di Aceh kian masif. Justru ini menjadi tantangan bagi penegak hukum untuk mengejar kasus besar, terlepas dari afiliasi politik atau kekuasaan terkait,” terangnya.
MaTA juga menyatakan kekecewaan atas vonis ringan terhadap koruptor di Pengadilan Tipikor Banda Aceh.
Alfian mencontohkan, seperti penanganan kasus korupsi wastafel yang terjadi saat Covid-19 melanda justru dijatuhi hukuman sangat rendah.
“Hakim dan aparat hukum seharusnya lebih peka dan memberikan hukuman yang sesuai, terutama dalam kasus melibatkan dana untuk kebutuhan masyarakat luas, terlebih ini dalam situasi darurat bencana nasional,” pungkas Alfian.